" Kamu bisa bikin kupat nggak,ndug?"
Gadis kecil itu melangkah, menatap lamat-lamat wajah itu lalu menggeleng perlahan.
"Sini simbah ajarin."
" Simbah, bisa buat ketupat?"
"iya, sini duduk di samping simbah."
Gadis kecil itu melupakan kejadian sebelumnya, berhenti menangis dan duduk di samping wajah orang sepuh tadi, umurnya memang tidak muda lagi, tapi badanya masih segar dan besar.
Tubuhnya yang kecil, memaksa gadis kecil itu menatap kakeknya lagi, ya, kakek kandung dari ayahnya. Kakeknya tersenyum, mengangkat tubuh cucu nya ke atas kursi.
Dari jauh seperti sepasang kakek dan cucu yang sangat akur.
Setiap ramadhan, ingatan tentang kakek yang telah pergi selalu datang lebih banyak dari biasa. Pembawaanya yang wibawa dan penyayang, membuat aku kecil, dekat denganya. Pergi ke sawah, ke kolam ikan miliknya, bersepeda dengan atau sekedar membuat ketupat bersama. Ketika sakitnya, semua cucunya berebutan mengambil jadwal menjaga. Termasuk aku yang saat itu terlihat sok dewasa, berbekal uang seribu untuk membeli jajan, dan berjaga semalaman dengan abang sepupu. Toh apa jadinya?? Tertidur pulas di ranjang simbah.
Ada sosoknya di depan mataku, bapak, sama persis dengan kakek. Pembawaanya, sikap tak mau diamnya, ,
Bercerita dengan mereka berdua seperti melihat film perjuangan, mereka tak kalah menjadi pahlawan meskipun hanya untuk keluarga kami. Hidupnya selalu penuh semangat, penuh keyakinan bahwa tuhan selalu di sisi. Hari ini, bapak bercerita banyak tentang kisah simbah yang berjuang buat anak anaknya, *sambil latihan nyetir ini
tentang bapak muda, yang suka bersepeda dari jogja sampai semarang,sepeda turun temurun dari kakak pertamanya, kedua smpailah padanya,,tentang keluarga kecil bapak yang harmonis, tentang hidup dan bagaimana berjalan dengan orbit jati diri, belajar bahwa hidup tak pernah sia-sia.
Banyak cerita yang buat aku semakin dan semakin kangen sma simbah..
Semoga simbah damai di sana!:)
Words from heaven
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments:
Posting Komentar