alpa

Cuma duduk sendiri. Menapat luas ke depan. Barat.
Santai kayak di pantai, slow kayak di pulau. Merasa waktu berjalan lambat, padahal tidak. Daun berjalan perlahan, pohon tak bosan berdiri. Awan berdansa dengan awan. Matahari tentu masih bersinar, tak bosan dia membakar setiap inci awaknya. Sayup sayup terdengar gremetak suara saut menyaut. Tak terhitung jumlahnya, lalu lintas motor motor buatan kalangan sendiri, meliuk liuk menerobos udara. Aspalnya mungkin sudah lubang, tak sempurna lagi. Satu satu berderet bunga bunga rumah, berkembang dan mekar, menyambut dunia baru, harum kurasa. Ribuan padi hijau berjejer, mengelompok, belum siap panen kukira.
Suara.
Tiba Tiba, memang sudah tiba saatnya.
Sudah tiba saatnya masuk , melanjutkan hari. Karena sore ini sudah usai. Dan akan dilanjutkan oleh pagi.
Sudah cukup,
Melamun, dan berwisata alam bawah sadar tanpa pikiran. Sudah habis, periode merenungi diri tanpa perubahan. Menganggur, itulah bahasa orang awam. Ya, ya,, sore ini memang aku menganggur.

 Berharap waktu sudah bosan berlari. 

Ingin

tulisan sebelumnya : Bukti saya tidak suka menulis.

02.00

Matanya terbuka. Menguap lalu menguap lagi. Terdiam. Berfikir. Sunyi.
Menoleh sekilas, dan memastikan semuanya baik baik saja. Meniatkan diri untuk bercengkarama dengan-Nya lagi. Iblis pun melarang, dan berkata jangan. Malikat tetap berseru, " teruskanlah". Hatinya sempat ragu, tapi akhirnya kakinya tetap melangkah. Spontan.
Uhhgh,, dingin. masih seperti malam malam sebelumnya. Dingin, sungguh.
Air .
 Menjelajah tangan , muka , rambut dan kaki nya. Alurnya sempurna.
Raut wajahnya mulai mencerah. Senyumnya mulai mengembang. Bersemangat.
Langkahnya dipercepat. Di sudut ruang sempit , sederhana, ritual itu dimulai.
Kumuh tatapi damai.
Selembar kain digelar, lusuh, mungkin karena sering dipakai, atau mungkin umurnya yang sudah udzur.
Sepotong kain putih dipakai, menutupi apa yang harus ditutupi. Itu hukumnya.
Dan mulailah dia bercengkrama, melafalkan doa, khusyuk, ,
Air pun menetes, entah karena apa, mungkin karena dia mengadu, atau mengeluh?
Mungkin mengadu, karena bulir keringatnya tak sebanding dengan butir berasnya. Karena Asap dapurnya, sudah tak mengepul lagi. Karena buah hatinya, mungkin tak bisa sekolah lagi. Atau karena suaminya yang lumpuh.Atau karena rumahnya yang reot, basah di kala hujan, dan terik ketika siang. Atau karena botol gula yang sudah lama kosong, kopi yang jarang dicicip atau teh yang sudah lama tak tercium baunya.
Atau Mungkin bukan, , terlalu manusiawi, meskipun dia manusia.

Doa nay tak pernah terputus. Bibirnya tak pernah berhenti berdzikir. Ibadahnya ulet, tak pernah terlewat.
Sepertiga malam dia terjaga. 

_ seorang perempuan di sudut kamar.




OOT : out of topic, lain dari biasanya,,njajal bikin cerpen, tapi g cukup dibilang cerpen,,
dasar pemalas!:P